KOMA Tambakberas Mengidentifikasi Dirinya



            Mengenal diri merupakan kunci awal untuk bisa memaksimalkan potensi dan peran diri agar bisa bermanfaat bagi masyarakat.
            Berangkat dari hipotesis di atas, lantas lahir sebuah pertanyaan sederhana yang butuh dijawab secara jujur. Karena hal ini berkaitan erat dengan efektifitas dan efisiensi gerak KOMA ke depan. Pertanyaan tersebut adalah “Apakah KOMA sudah mampu mengenali (mengidentifikasi) dirinya?
            Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan mencoba memaparkan tahap-tahap psikologi organisasi yang sudah, dan sedang dilalui KOMA sebagai sebuah organisasi. Tahapan-tahapan tersebut adalah:
1. SERAKAH
            Tahap ini telah dilalui KOMA, yakni di awal kelahirannya. Hal ini dibuktikan dengan realita biarpun KOMA waktu itu mengklaim dirinya sebagai Komunitas Santri Jurnalistik, akan tetapi kenyataan di lapangan KOMA banyak mencoba dan terpaksa meninggalkan program-program baru yang belum matang dijalani. Misalnya Tri-Pala, Banjari Al-Ishlah, Majlis Qoola-Qoola, Teater Palsu, Qira’ah, dan lain sebagainya.
            Dalam tahap ‘serakah’ ini, penulis mengibaratkan KOMA seperti bayi yang masih suka mencoba dan meninggalkan mainan mainan barunya, lebih karena faktor adanya maninan baru lagi yang lebih menarik minatnya.
2. LATAH
            Di tahun berikutnya, alhamdulillah KOMA sudah mulai mengenal dunia luar, sehingga input informasipun semakin banyak yang didengar KOMA. Hanya saja, karena kedewasaan KOMA yang masih labil, mengakibatkan KOMA belum mampu memfilter informasi-informasi yang masuk tersebut. Sehingga KOMA terjebak pada kecenderungan untuk mencukupi informasi-informasi yang masuk itu, dengan secara’ latah’.
            Tercatat ada beberapa program kerja yang—sebenarnya—dilatarbelakangi oleh ‘latah’ tersebut. Misalnya:
            A). Training Jurnalistik  dan napak tilas sejarah NU. (Diltarbelakangi oleh info kalau PPP. Al-Lathifiyyah 2 akan melakukan training Jurnalistik, juga oleh info HISLA pernah mengadakan kunjungan ke Media Cetak Lamongan).
            B). Pekan Tadarrus Sastra. (Dilatarbelakangi oleh info, adanya pecan Arabi yang dilaksanakan setiap tahun sekali di Malang).
            C). Muktamar di Cuban Rondo Malang. (Dilatarbelakangi oleh info tentang banyaknya organisasi ekstra yang mengadakan diklat di alam terbuka, seperti Wonosalam, pacet, dsb.)
            Karena berangkatnya dari “latah” sehingga program-program di atas selalu disiapkan dengan mendadak dan berkejaran dengan waktu. Sehingga tanpa pertolongan Tuhan, program-program tersebut mustahil akan dapat terlaksana.
3. NARSISME BERSAMA
            Setelah berhasil melaksanakan program-program besar, KOMA pun mulai dikenal dunia luar, baik lingkup PPBU, Komunitas se- Jombang, maupun wartawan Jombang. KOMA mulai kerap mendapat undangan dari DEKAJO, Bahtera STKIP, Mbureng, Kopi Sareng, dsb. KOMA juga mulai diliput  dan dipantau secara khusus oleh tabloid Jombangana, juga serambi budaya radar Mojokerto.
            Akan tetapi lagi-lagi karena tingkat kedewasaan yang masih labil, KOMA pun belum mampu mensikapi Publisitas secara bijak. KOMA sempat terlupa tentang bagaimana kembali menginjak bumi, karena KOMA terjebak pada ‘narsisme bersama’—dalam artian, pada tahap ini, banyak program kerja yang lahirnya lebih dilatarbelakangi motivasi takabur/narsis/untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa KOMA bisa. Di antara program kerja tersebut antara lain: Privatan KOMA, milad KOMA, Kanjeng Santri, malem 7_an, lesehan Sastra, dan lain sebagainya.
4). GALAU BERJAMA’AH
            Setelah sekian lama terjebak dalam tahap ‘narsisme bersama’, KOMA pun mulai meng-insyafi bahwa selama sekian lama KOMA, tak ubahnya berberan sebagai lilin yang termotivasi untuk dianggap “bercahaya” biarpun dengan cara membakar dirinya sendiri. Dikatakan ‘membakar dirinya’ karena memang faktanya hampir-hampir tidak ada peningkatan kualitas mutu anggota KOMA secara personal.
            Pada tahap ini, KOMA mengalami kegalauan berjamaah, karena KOMA sebagai organisasi harus dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak menyenangkan, yakni:
1. Memprioritaskan publisitas, dengan konsekuensi menomorsekiankan peningkatan kualitas personal anggota, atau
2. Memprioritaskan peningkatan kualitas personal anggota, dengan konsekuensi menomorsekiankan publisitas KOMA.
5). KHALWAT KOMA
            Ditengah kegalauannya, KOMA pun memutuskan untuk melakukan khalwat, sebagai langkah nyata peningkatan kualitas personal anggota-anggotanya, dan alhamdulillah setelah sekian bulan melakukan khalwat, KOMA sudah mulai mampu mengidentifikasi dirinya. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya beberapa program baru yang terasa lebih men”subyek”kan anggota-anggotanya. Misalnya jum’atan KOMA, Rolling Tahlil, Ngaji karya, Napak tilas sejarah Mbah Wahab, dan juga arisan tema.
            Kembali pada pertanyaan awal, apakah KOMA sudah mampu mengidenrifikasi dirinya? Maka sebagai pengamat aktif, penulis berani menjawab bahwa paling tidak KOMA sudah mulai mampu mengidentifikasi dirinya dan ini adalah menjadi satu hal yang positif bagi perkembangan KOMA ke depan.
Wallahu a’lam
BS_alhamd
Kampung KOMA, Rumah buku lantai III
17 Januari 2013

Komentar